Kamis, 12 Maret 2015

PUASA WANITA HAMIL DAN MENYUSUI

Wanita hamil di Kendal meningkatBagi wanita yang hamil dan menyusui, ada hukum khusus yang mengatur mereka. Dalam hadits Anas bin Malik ra menyatakan,

 “Rakhkhasha Rasulullah li al-hubla al-lati takhafu ‘ala nafsiha ‘an tufthira wa li al-murdhi’i al-lati takhafu ‘ala waladiha.”

Rasulullah saw. memberikan keringanan kepada wanita hamil yang mengkhawatirkan keselematan dirinya untuk membatalkan puasanya, juga wanita yang menyusui yang mengkhawatirkan anaknya [boleh membatalkan puasanya] (H.r. Ibn Majah – 1668)


Hasil gambar untuk wanita menyusui

Dalam hal ini, ulama’ berbeda pendapat:


1- Jika wanita hamil dan menyusui tersebut membatalkan puasanya, mereka wajib mengganti puasanya, dan membayar fidyah. Ini pendapat at-TsSufyan auri, Malik, as-Syafii dan Ahmad bin Hanbal.

2- Jika mereka membatalkan puasanya, dan membayar fidyah, maka tidak wajib mengganti puasanya. Sebaliknya, jika mereka telah mengganti puasanya, maka tidak wajib membayar fidyah. Ini pendapat Ishaq, al-Hasan al-Bashri, ‘Atha’, ad-Dhahak, an-Nakha’i, al-Auza’i, Ikrimah, Rabi’ah, dan ahl ra’yi.

3- Wanita hamil dan menyusui disamakan dengan orang sakit, sehingga wajib mengganti puasanya, dan tidak wajib membayar fidyah. Ini merupakan pendapat Abu ‘Ubaid, Abu Tsaur, dan Ibn al-Mundzir.

4- Wanita hamil dibedakan dengan wanita menyusui. Bagi wanita hamil, sama dengan orang sakit, sehingga wajib mengganti puasanya, dan tidak wajib membayar fidyah. Sedangkan wanita menyusui, jika membatalkan puasanya, dia wajib mengganti puasanya, dan membayar fidyah. Ini pendapat Malik.

5- Sedangkan Imam as-Syafii dan Ahmad, memilah alasan wanita hamil dan menyusui saat membatalkan puasanya. Jika alasannya karena mengkhawatirkan dirinya sendiri, atau mengkhawatirkan diri sekaligus anaknya, dia boleh membatalkan puasanya, dan wajib menggantinya. Jika mengkhawatirkan anaknya saja, mereka wajib mengganti puasanya, dan membayar fidyah.
Inilah ketentuan dasar terkait dengan boleh dan tidaknya wanita hamil dan menyusui membatalkan puasanya, dengan konsekuensi mengganti puasanya dan membayar fidyah. Puasa yang diganti sebanyak hari yang telah ditinggalkan. Sedangkan fidyah yang dibayarkan sebesar 1 Mud per hari. 1 Mud itu sendiri sama dengan 544 gram beras.

Hanya saja, pendapat yang paling kuat berdasarkan dalil di atas adalah pendapat yang menyatakan, bahwa wanita hamil dan menyusui sama-sama boleh membatalkan puasanya, dengan kewajiban mengganti puasanya, tanpa harus membayar fidyah. Ini adalah pendapat Mazhab Hanafi. Dalam hal ini, pendapat inilah yang paling kuat.

Sedangkan pendapat yang menyatakan, bahwa mereka tidak perlu mengganti puasanya, adalah pendapat yang tidak bisa digunakan. Sebagaimana pendapat yang menyatakan, bahwa mereka yang membatalkan puasanya, wajib mengganti puasanya dan membayar fidyah juga tidak ada dasarnya.

Sumber : KH. Hafidz Abdurrahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar